Material
komposit adalah material hasil kombinasi makroskopik dari dua atau lebih
material yang memiliki fasa berbeda menjadi suatu material baru yang memiliki
sifat-sifat lebih baik dari masing-masing komponen penyusunnya. Komposit
terdiri dari maktriks kontinu yang mengelilingi dan menjaga reinforced (penguat) agar tetap
ditempatnya. Sifat dan kekuatan interface
yang terbentuk antara reinforced dan
matriks sangat menentukan sifat akhir komposit.
Alumunium-matrix composite dengan
penguat partikulat keramik yang keras, SiC, merupakan material komposit yang
sesuai untuk aplikasi yang menuntut ketahanan aus tinggi, kekuatan, ketangguhan,
dan ketahanan temperatur tinggi namun ringan, seperti pada piston, silinder
blok, brake drums, cylinder liners,
conecting rods, dan lainnya. Sifat superior AMC bukan hanya dipengaruhi
oleh sifat masing-masing kompoen penyusunnya tetapi juga mikrostruktur interface yang terbentuk antara matriks
dengan reinforced-nya. Semakin kuat
ikatan interface, semakin efisien
beban yang yang dapat ditransfer oleh matriks ke reinforced, sehingga kekuatan dan modulus elastisitasnya meningkat.
Ikatan interface bergantung pada sifat interface
yang terbentuk, yang dipengaruhi oleh
beberapa faktor, yaitu metode fabrikasi, reaksi produk di interface, permukaan reinforced,
dan komposisi dari matriks. Dari banyak penelitian telah dilakukan, untuk
melihat hubungan kompleks antara mikrostruktur interface komposit AL/SiC dengan sifat mekanis yang dihasilkan,
ternyata struktur dan sifat kimia dari interface
sangat dipengaruhi oleh metode fabrikasinya. Secara umum ada dua metode untuk
membuat particulate-reinforced metal
matrix composites (PRMMC), yaitu liquid
state processing dan powder
metallurgy.
Liquid
state processing dilakukan di atas temperatur leleh matriks alumunium untuk
mendapatkan viskositas yang memadai saat casting.
Temperatur proses menentukan sifat interfaces
yang terbentuk, seperti bisa dilihat pada gambar di bawah. Pada temperatur 700oC
alumunium cair belum ber-penetrasi ke SiC, sedangkan pada temperatur 750oC
dan 800oC matriks sudah penetrasi ke solid SiC. Namun, temperatur
proses yang tinggi mengakibatkan terbentuknya porositas, lapisan oksida, dan
reaksi produk di interface.
Gambar
1. Hasil
SEM menunjukkan ikatan interface Al/SiC pada temperatur: (a) 700oC;
(b) 750oC; (c) 800oC.
Reaksi
kimia produk bisa membentuk lapisan kontinu atau presipitat yang mengelilingi partikel
SiC berdasarkan reaksi kimia berikut:
4Al(l)
+ 3SiC(s) -> Al4C3
+ 3Si
Laju reaksi antara alumunium cair
dan SiC bertambah dengan naiknya temperatur proses dan lama waktu kontak antara
alumunium cair dengan SiC. Saat alumunium cair kontak dengan SiC, atom Si
terurai dari SiC akibat reaksi kimia Al/SiC (SiC Si
+ C), dan larut ke dalam alumunium cair menyebabkan vacancy di SiC dan akumulasi alumunium cair. Ion karbon yang
terbentuk kemudian meninggalkan interfaces
dan bermigrasi ke alumunium cair melalui proses difusi, bereaksi dengan
alumunium membentuk Al4C3 pada temperatur tinggi. Reaksi
ini bisa dihambat dengan kehadiran sejumlah Si dalam matriks alumunium cair.
Silikon larut lebih cepat dalam alumunium cair, sehingga kelarutan karbon
menjadi rendah pada alumunium cair yang mengandung banyak silikon. Hasil uji
EDS menunjukkan adanya senyawa Si, C, Mg, dan Al pada senyawa interface yang
terbentuk. Semakin tinggi temperatur proses, kadar silikon di interface meningkat yang berarti semakin
sedikit Al4C3 yang terbentuk, dan semakin tinggi kekuatan
tarik komposit. Produk reaksi yang terbentuk ini, bersifat getas dan
meningkatkan korosi, sehingga dapat menurunkan kekuatan dan sifat-sifat PRMMC.
Kekuatan ikatan interface yang baik bisa dicapai ketika terjadi pembasahan yang
baik terhadap reinforced oleh
matriks. Dimana hal ini sangat tergantung pada sifat reinforced, komposisi matriks, dan viskositas matriks pada temperatur
proses. Metode passive oxidation bisa
diterapkan untuk mencegah terjadinya reaksi detrimental di interfaces dan meningkatkan karakteristik pembasahan. Si dan Mg
dengan kadar tertentu dibutuhkan untuk memperbaiki sifat pembasahannya.
Gambar
2. Hasil
TEM (a) interface planar (b) interface dengan produk reaksi (c) interface dengan crystallographic
facet.
Fenomena
yang terjadi di interface antara lain
adalah pembentukan oksida, amorfus interlayer,
segregasi elemen paduan, dan diffusion
layer. Ada tiga jenis interface
yang terjadi pada Al/SiCp hasil PM, yaitu interface
yang planar dan bersih tanpa produk reaksi (Gambar 2a); daerah interface yang tipis dengan sedikit
reaksi interface (Gambar 2b); dan interface dengan crystallographic facet (Gambar 2c). Hasil XRD menunjukkan adanya segregasi magnesium di sedikit senyawa
yang terbentuk di reaksi interface.
Saat komposit di-hot-pressed di atas
temperatur solidus matriks, lapisan Al2O3 di permukaan
serbuk Al bereaksi secara kimia dengan Mg di matriks menghasilkan MgAl2O4,
sesuai reaksi kimia berikut:
2Al + 2SiO2 +Mg -> MgAl2O4 +2Si
Untuk interfaces yang terdapat crystallographic
facets pada SiC, yang sangat jarang terjadi, merupakan hasil cairan yang
menumbuk partikel SiC saat proses hot-pressing,
yang lebih dipengaruhi oleh cacat di permukaan partikel saat pembuatan serbuk
SiC bukan saat pencampuran Al/SiC.