10.28.2011

Interface Structure of Al/SiC Reinforced Composite


       Material komposit adalah material hasil kombinasi makroskopik dari dua atau lebih material yang memiliki fasa berbeda menjadi suatu material baru yang memiliki sifat-sifat lebih baik dari masing-masing komponen penyusunnya. Komposit terdiri dari maktriks kontinu yang mengelilingi dan menjaga reinforced (penguat) agar tetap ditempatnya. Sifat dan kekuatan interface yang terbentuk antara reinforced dan matriks sangat menentukan sifat akhir komposit.
       Alumunium-matrix composite dengan penguat partikulat keramik yang keras, SiC, merupakan material komposit yang sesuai untuk aplikasi yang menuntut ketahanan aus tinggi, kekuatan, ketangguhan, dan ketahanan temperatur tinggi namun ringan, seperti pada piston, silinder blok, brake drums, cylinder liners, conecting rods, dan lainnya. Sifat superior AMC bukan hanya dipengaruhi oleh sifat masing-masing kompoen penyusunnya tetapi juga mikrostruktur interface yang terbentuk antara matriks dengan reinforced-nya. Semakin kuat ikatan interface, semakin efisien beban yang yang dapat ditransfer oleh matriks ke reinforced, sehingga kekuatan dan modulus elastisitasnya meningkat.
       Ikatan interface bergantung pada sifat interface yang terbentuk, yang  dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu metode fabrikasi, reaksi produk di interface, permukaan reinforced, dan komposisi dari matriks. Dari banyak penelitian telah dilakukan, untuk melihat hubungan kompleks antara mikrostruktur interface komposit AL/SiC dengan sifat mekanis yang dihasilkan, ternyata struktur dan sifat kimia dari interface sangat dipengaruhi oleh metode fabrikasinya. Secara umum ada dua metode untuk membuat particulate-reinforced metal matrix composites (PRMMC), yaitu liquid state processing dan powder metallurgy.
     Liquid state processing dilakukan di atas temperatur leleh matriks alumunium untuk mendapatkan viskositas yang memadai saat casting. Temperatur proses menentukan sifat interfaces yang terbentuk, seperti bisa dilihat pada gambar di bawah. Pada temperatur 700oC alumunium cair belum ber-penetrasi ke SiC, sedangkan pada temperatur 750oC dan 800oC matriks sudah penetrasi ke solid SiC. Namun, temperatur proses yang tinggi mengakibatkan terbentuknya porositas, lapisan oksida, dan reaksi produk di interface
 Gambar 1. Hasil SEM menunjukkan ikatan interface Al/SiC pada temperatur: (a) 700oC; (b) 750oC; (c) 800oC.
       Reaksi kimia produk bisa membentuk lapisan kontinu atau presipitat yang mengelilingi partikel SiC berdasarkan reaksi kimia berikut:
4Al(l) + 3SiC(s) -> Al4C3 + 3Si
       Laju reaksi antara alumunium cair dan SiC bertambah dengan naiknya temperatur proses dan lama waktu kontak antara alumunium cair dengan SiC. Saat alumunium cair kontak dengan SiC, atom Si terurai dari SiC akibat reaksi kimia Al/SiC (SiC  Si + C), dan larut ke dalam alumunium cair menyebabkan vacancy di SiC dan akumulasi alumunium cair. Ion karbon yang terbentuk kemudian meninggalkan interfaces dan bermigrasi ke alumunium cair melalui proses difusi, bereaksi dengan alumunium membentuk Al4C3 pada temperatur tinggi. Reaksi ini bisa dihambat dengan kehadiran sejumlah Si dalam matriks alumunium cair. Silikon larut lebih cepat dalam alumunium cair, sehingga kelarutan karbon menjadi rendah pada alumunium cair yang mengandung banyak silikon. Hasil uji EDS menunjukkan adanya senyawa Si, C, Mg, dan Al pada senyawa interface yang terbentuk. Semakin tinggi temperatur proses, kadar silikon di interface meningkat yang berarti semakin sedikit Al4C3 yang terbentuk, dan semakin tinggi kekuatan tarik komposit. Produk reaksi yang terbentuk ini, bersifat getas dan meningkatkan korosi, sehingga dapat menurunkan kekuatan dan sifat-sifat PRMMC.
       Kekuatan ikatan interface yang baik bisa dicapai ketika terjadi pembasahan yang baik terhadap reinforced oleh matriks. Dimana hal ini sangat tergantung pada sifat reinforced, komposisi matriks, dan viskositas matriks pada temperatur proses. Metode passive oxidation bisa diterapkan untuk mencegah terjadinya reaksi detrimental di interfaces dan meningkatkan karakteristik pembasahan. Si dan Mg dengan kadar tertentu dibutuhkan untuk memperbaiki sifat pembasahannya.













       Pada metode powder metallurgy (PM), serbuk Al dan parikel SiC secara berurutan dilakukan dry blending, cold isotactic compaction, degassing, dan hot pressing di atas temperatur solidus matriks. Komposit lalu diekstrusi menjadi bentuk yang diinginkan. Distribusi orientasi hubungan antara matriks dengan reinforced yang terbentuk bersifat acak, tidak seperti pada proses liquid state processing yang memiliki hubungan orientasi sepanjang interface matriks/reinforced untuk meminimalisasi energi interface.

 
Gambar 2. Hasil TEM (a) interface planar (b) interface dengan produk reaksi (c) interface dengan crystallographic facet.

       Fenomena yang terjadi di interface antara lain adalah pembentukan oksida, amorfus interlayer, segregasi elemen paduan, dan diffusion layer. Ada tiga jenis interface yang terjadi pada Al/SiCp hasil PM, yaitu interface yang planar dan bersih tanpa produk reaksi (Gambar 2a); daerah interface yang tipis dengan sedikit reaksi interface (Gambar 2b); dan interface dengan crystallographic facet (Gambar 2c). Hasil XRD menunjukkan adanya segregasi magnesium di sedikit senyawa yang terbentuk di reaksi interface. Saat komposit di-hot-pressed di atas temperatur solidus matriks, lapisan Al2O3 di permukaan serbuk Al bereaksi secara kimia dengan Mg di matriks menghasilkan MgAl2O4, sesuai reaksi kimia berikut:
2Al + 2SiO2 +Mg -> MgAl2O4 +2Si
     Untuk interfaces yang terdapat crystallographic facets pada SiC, yang sangat jarang terjadi, merupakan hasil cairan yang menumbuk partikel SiC saat proses hot-pressing, yang lebih dipengaruhi oleh cacat di permukaan partikel saat pembuatan serbuk SiC bukan saat pencampuran Al/SiC.


 

Copyright © 2013 Materials Today | PSD Design by ©lollasta